Beliau seangkatan dengan Oom Sampan Hismanto.
Tak aneh bila, kami, anak- anaknya diwajibkan berlatih tari Jawa.
Sebagai anak laki-laki satu-satunya, saya merasa sebagai 'jagoan' di rumah.
Maklum saya dimanja.
Walaupun Bapak selalu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk selalu nrimo, tapi saya tetap saja mau menang sendiri.
Saya tak bisa menerima perbedaan pendapat di dalam rumah.
Pokoknya pendapat saya selalu benar.
Minta apa pun, saya ingin terpenuhi seketika.
Kalau tidak, barang apa pun yang ada di sekitar saya akan melayang.
Pernah terjadi, waktu itu Bapak sedang menerima tamu sehingga permintaan saya tidak diacuhkannya.
Saya lempar Bapak dengan kotak mainan, sehingga matanya terluka dan harus dibawa ke dokter.
lbu dan adik-adik saya tak berani berkutik kalau saya sudah bicara keras.
Yoga langsung memikat hati saya Badan saya memang kecil, makanya saya dapat paraban (panggilan) Kelik (kecil) dalam keluarga.
Namun walau kecil, saya tak pernah bisa diam.
Gengsi dong, saya kok mengeluh
Saya ikut berbagai kegiatan, misalnya tari Jawa, sepak bola, teater anak-anak, dan silat.Hampir sepanjang siang saya berada di jalanan bersama teman-teman.
Malam hari baru 'mampir' ke rumah untuk numpang tidur.
Waktu duduk di kelas tiga SMP, saya menderita hepatitis.
Sakit kuning', kata lbu karena badan, mata, sampai air kencing kuning warnanya.
Hampir sebulan saya dirawat di rumah sakit dan setelah keluar, badan saya terasa jadi mudah lelah.
Sebentar- 73 Pengobatan alternati sebentar sakit flu, panas, batuk, dan sebagainya.
Setiap hari saya hampir tak pernah lepas dari obat-obatan warun pusing, batuk, dan pilek.
Saya juga menjalani operasi amande etelah itu.
Dengan sederet kelemahan fisik tersebut, toh perasaan saya masih tetap jagoan g: obat Saya menikmati masa SMA dengan sebandel-bandelnya.
Saya jago bolos dan sering lari ke minuman keras, berantem, merokok bahkan ngilinting (istilah mengkonsumsi ganja saat itu) Saat kelas dua SMA, saya mengalami kecelakaan, ketika membolos naik motor ke Sukabumi.
Saya gegar otak, sempat tak sadarkan diri, dan setelah kejadian itu saya menderita sakit kepala yang parah.
Bila berpikir agak serius, langsung saya terkapar karena dunia terasa berputar, kepala berat sekali.
Saya juga menjadi sulit tidur.
Saya sering salah tingkah karena tengah malam mata masih melotot.
Saya baru bisa tidur pagi-pagi menjelang fajar.
Itu berlangsung selama bertahun-tahun Soal penderitaan ini, saya tak berani mengeluh macam-macam kepada orang tua.
Gengsi dong, saya kok mengeluh.
Gengsi dong, saya kok mengeluh
Namun karena efek finansial sangat merepotkan orang tua bila saya sakit (maklum Ayah hanya pegawai rendahan di PU) maka diam-diam setelah selesai SMA saya kuliah sambil bekerja.Saya bergabung dengan sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang membantu petani, mempersiapkan mereka (dengan cara menyuluh mereka) sebelum menerima kredit Listrik Masuk Desa.
Saya juga sempat bergabung dengan LSM yang mempunyai misi mengajarkan dasar-dasar demokrasi pada masyarakat.
Bekerja dalam wadah seperti itu, saya merasa menjadi bagian satu kelompok eksklusif, orang-orang yang berpikir kritis akhirnya oposan (berseberangan) dengan pemerintah.
Lama kelamaan, saya merasa terbiasa menilai sesuatu dari sisi negatt.
Dunia sekeliling saya yang tampak hanya sisijeleknya.
Lengkap atribut yang menempel pada diri saya ini: fisik ringkih (sa sakitan), bad temper (mudah marah), ngototan (mau sela menang), dan sering berpikiran negatif terhadap orang lain lah kit Saya juga cenderung segan bergaul dengan orang-orang kay arena saya melihat mereka tidak adil.
Bahkan saya selai menghindar berjalan melewati kawasan rumah-rumah mewar 74 yoga yang berada tak jauh dari rumah orang kawasan kumuh.
Comments
Post a Comment